APA ITU PECI??
APA ITU PECI??
Penutup kepala ini sekarang hanya tren di kalangan anak santri saja. Banyak kalangan muda yang menganggap peci sudah ketinggalan zaman. Padahal peci ini juga bagian dari budaya Indonesia.
Ada anggapan bahwa peci merupakan bentuk sederhana dari mahkota raja. Dipercaya bahwa yang membuat peci ini Sunan Kalijaga. Sang ahli agama ini membuat kuluk yang kemudian disebut peci karena bentuknya mirip kopiah. Kuluk tersebut merupakan hadiah untuk Sultan Fatah, anak dari raja terakhir Majapahit. Kuluk ini melambangkan persamaan antara rakyat dan raja di mata Tuhan, hanya ketakwaan yang membedakan derajat manusia.
Sumber lain mengatakan bahwa peci dibawa oleh Laksamana Ceng Ho ke Indonesia. Arti peci sendiri adalah pe artinya delapan dan chi artinya energi. Kalau digabungkan menjadi delapan energi. Jika kamu memakai peci, dipercaya bahwa kamu bisa memancarkan energi kamu ke delapan penjuru angin.
Di beberapa wilayah, peci juga sering disebut dengan songkok. Kata ini merupakan akronim dari kosong dari mangkok, kemudian disingkan menjadi songkok. Artinya adalah kamu harus hidup seperti mangkok yang harus diisi dengan ilmu dan berkah.
Selain disebut dengan songkok, peci juga sering disebut dengan kopyah. Artinya adalah kosong karena dipyah. Pyah dimaknai dengan dibuah. Jadi, jika kamu mengenakan kopyah harapannya adalah kamu bisa membuang kebodohan dan sifat tidak terpuji lainnya. Jadi jiwa kamu kosong dari perbuatan tercela.
Ada yang berpendapat bahwa asal kata peci dari bahasa Belanda yakni pet yang artinya topi dan je yang aritnya kecil. Sumber lain mengatakan asal kata peci berasal dari Turki yakni fez atau fezzi, yang diucapkan peci di Indonesia. Jadi apakah kamu tertarik memakai peci daripada topi?
Tidak bisa bisa dipungkiri, memakai kopiah ketika shalat adalah kebiasaan yang telah umum dikalangan muslimin disemua penjuru. Bahkan, seseorang bisa merasa ada yang kurang bila dia shalat sedangkan kepalanya dalam kondisi terbuka. Maka tak heran bila kemudian sebagian kalangan menmpertanyakan tentang status hukumnya, sunahkah atau hanya semacam budaya saja ? Mari kita simak penjelasannya.
Kopiah atau juga yang disebut songkok / peci adalah salah satu jenis pakaian yang dikenakan di kepala. Jadi, peci masuk kepembahasan hukum berpakaian, sedangkan secara umum berpakaian itu dihukumi :
Wajib, yaitu pakaian yang digunakan untuk menutupi aurat. Yaitu dari pusat hingga lutut bagi kaum laki-laki, seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan bagi kaum wanita.
Sunnah, yaitu berpakaian dengan model pakaian Rasulullah Saw dan yang dicintai olehnya, diantaranya adalah gamis. Dan masuk kedalam kesunnahan juga adalah berpakaian lengkap (bukan hanya memakai sarung atau celana yang menutup pusat dan mata kaki), mengenakan pakaian bersih dan rapi, berhias dll.
Mubah, yakni pakaian yang umumnya dikenakan mengikuti sesuai peradaban dan kedayaan manusia.
Haram, yakni pakaian yang menyerupai pakaian orang-orang kafir dan menjadi simbol agama mereka, semisal pakaian biksu atau para pastor.
Yang jelas, kopiah tidaklah wajib, karena kepala yang ditutupi oleh kopiah bukanlah aurat bagi laki-laki, dan kita sama ma’fum, dalam shalat, yang wajib ditutupi hanya aurat. Sebaliknya, kopiah juga tidak mungkin dihukumi haram untuk dipakai, karena ia bukanlah pakaian yang menjadi ciri khas atau identitas orang-orang kafir.
Kesimpulan
Ulama telah berbeda pendapat tentang hukum memakai penutup kepala (kopiah) dalam shalat. Antara yang mensunnahkan dengan yang menganggapnya hanya sebagai perkara mubah. Namun meskipun demikian, mereka sama sepakat, bila memakai kopiah telah menjadi adat kebiasaan disuatu masyarakat (‘urf) maka makruh meninggalkannya.
Dalam pandangan jumhur ulama, dan yang kami ikuti – wallahua’lam- pendapat yang kuat adalah yang menghukumi kesunnahannya dan makruhnya (dibenci) meninggalkan dari memakai penutup kepala ketika shalat terlebih saat shalat berjama’ah. Hal ini berdasarkan pada dalil-dalil berkut ini:
1. Banyak sekali hadits-hadits Nabawi, atsar (*kisah) Sahabat, dan riwayat tabi’in, tabi’ut tabi’in, yang menyebutkan bahwa menutup kepala, baik dengan sorban atau kopiah adalah kebiasaan berpakaian Nabi Saw dan juga kebiasaan salafunas shalih. Meskipun Sayid Sabiq mengatakan, ““Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika shalat.” Tetapi, memakai kopiah adalah termasuk sunnah Mustamirrah atau sunnah al-zawaid (mengikuti kebiasaan sehari hari nabi sebagai manusia) dan tidak bisa dipungkiri, itupun sunnah namanya.
2. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang ketentuan : ‘apabila hal tersebut adalah kebiasaan suatu masyarakat, maka makruh meninggalkannya.’
Sedangkan kita ketahui bersama, bahwa memakai penutup kepala (kopiah) adalah kebiasaan generasi salafunas shalih, dan juga adalah adat kebiasaan kaum muslimin hampir diseluruh negeri dan wilayah-wilayah lain ketika shalat. Minimal orang yang mengenakan kopiah adalah orang yang ingin bertasyabuh (meniru) gaya generasi salaf dan juga meniru kebiasaan kaum muslimin pada umumnya. Sedangkan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan mereka.” (HR Abu Dawud)
3. Berhias ketika akan melaksanakan shalat adalah perintah Allah Swt, sebagaimana firmannya, “Wahai ANak-anak Adam pakailah perhiasan kalian ketika memasuki setiap masjid.” Dalam Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ dikatakan : “Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di luar shalat, sama saja baik dengan penutup atau tidak. Tetapi menutupnya dengan apa yang semestinya yang telah menjadi kebiasaan dan tidak bertentangan syara’, itu merupakan kategori pembahasan perhiasan. Maka, memperbagusnya dalam shalat merupakan pengamalan dari perintah Allah. Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi. (Fatawa Islamiyah, Kitabus Shalah, 1/615)
Hendaknya setiap muslim yang akan shalat untuk berhias, mengenakan pakaian yang indah dan terhormat, karena itu adalah perintah dari Allah ta’ala.
Dan kita, khususnya yang ada di Indonesia, telah mengetahui dengan pasti bahwa penutup kepala adalah perhiasan yang lazim ada bagi orang yang akan shalat. Hendaknya dia tidak meninggalkannya, apalagi bila dia adalah seorang imam atau akan mengimami shalat. Tentu akan membuat risih jama’ah dan dapat mengganggu kekhusu’an.
Apalagi bila meninggalkan memakai kopiah dilandasi keinginan ‘suka tampil beda’, ini bukanlah prilaku terpuji di dalam islam. Lebih celaka lagi bila karena motivasi merasa paling paham sunnah
sehingga menganggap kopiah sebagai perbuatan bid’ah.
Dirirwayatkan perkataan dari Hasan al Bisri : Semua yang menyebabkan seseorang yang berpakaian menjadi bahan pembicaraan banyak orang, maka hukumnya makruh”. (Talbis Iblis:237)
Cukup sekian penjelasan yang dapat saya tulis.
Terima kasih semoga bermanfaat, wassalam
Assalamu'alaikum
Penutup kepala ini sekarang hanya tren di kalangan anak santri saja. Banyak kalangan muda yang menganggap peci sudah ketinggalan zaman. Padahal peci ini juga bagian dari budaya Indonesia.
Ada anggapan bahwa peci merupakan bentuk sederhana dari mahkota raja. Dipercaya bahwa yang membuat peci ini Sunan Kalijaga. Sang ahli agama ini membuat kuluk yang kemudian disebut peci karena bentuknya mirip kopiah. Kuluk tersebut merupakan hadiah untuk Sultan Fatah, anak dari raja terakhir Majapahit. Kuluk ini melambangkan persamaan antara rakyat dan raja di mata Tuhan, hanya ketakwaan yang membedakan derajat manusia.
Sumber lain mengatakan bahwa peci dibawa oleh Laksamana Ceng Ho ke Indonesia. Arti peci sendiri adalah pe artinya delapan dan chi artinya energi. Kalau digabungkan menjadi delapan energi. Jika kamu memakai peci, dipercaya bahwa kamu bisa memancarkan energi kamu ke delapan penjuru angin.
Di beberapa wilayah, peci juga sering disebut dengan songkok. Kata ini merupakan akronim dari kosong dari mangkok, kemudian disingkan menjadi songkok. Artinya adalah kamu harus hidup seperti mangkok yang harus diisi dengan ilmu dan berkah.
Selain disebut dengan songkok, peci juga sering disebut dengan kopyah. Artinya adalah kosong karena dipyah. Pyah dimaknai dengan dibuah. Jadi, jika kamu mengenakan kopyah harapannya adalah kamu bisa membuang kebodohan dan sifat tidak terpuji lainnya. Jadi jiwa kamu kosong dari perbuatan tercela.
Ada yang berpendapat bahwa asal kata peci dari bahasa Belanda yakni pet yang artinya topi dan je yang aritnya kecil. Sumber lain mengatakan asal kata peci berasal dari Turki yakni fez atau fezzi, yang diucapkan peci di Indonesia. Jadi apakah kamu tertarik memakai peci daripada topi?
Tidak bisa bisa dipungkiri, memakai kopiah ketika shalat adalah kebiasaan yang telah umum dikalangan muslimin disemua penjuru. Bahkan, seseorang bisa merasa ada yang kurang bila dia shalat sedangkan kepalanya dalam kondisi terbuka. Maka tak heran bila kemudian sebagian kalangan menmpertanyakan tentang status hukumnya, sunahkah atau hanya semacam budaya saja ? Mari kita simak penjelasannya.
Kopiah atau juga yang disebut songkok / peci adalah salah satu jenis pakaian yang dikenakan di kepala. Jadi, peci masuk kepembahasan hukum berpakaian, sedangkan secara umum berpakaian itu dihukumi :
Wajib, yaitu pakaian yang digunakan untuk menutupi aurat. Yaitu dari pusat hingga lutut bagi kaum laki-laki, seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan bagi kaum wanita.
Sunnah, yaitu berpakaian dengan model pakaian Rasulullah Saw dan yang dicintai olehnya, diantaranya adalah gamis. Dan masuk kedalam kesunnahan juga adalah berpakaian lengkap (bukan hanya memakai sarung atau celana yang menutup pusat dan mata kaki), mengenakan pakaian bersih dan rapi, berhias dll.
Mubah, yakni pakaian yang umumnya dikenakan mengikuti sesuai peradaban dan kedayaan manusia.
Haram, yakni pakaian yang menyerupai pakaian orang-orang kafir dan menjadi simbol agama mereka, semisal pakaian biksu atau para pastor.
Yang jelas, kopiah tidaklah wajib, karena kepala yang ditutupi oleh kopiah bukanlah aurat bagi laki-laki, dan kita sama ma’fum, dalam shalat, yang wajib ditutupi hanya aurat. Sebaliknya, kopiah juga tidak mungkin dihukumi haram untuk dipakai, karena ia bukanlah pakaian yang menjadi ciri khas atau identitas orang-orang kafir.
Kesimpulan
Ulama telah berbeda pendapat tentang hukum memakai penutup kepala (kopiah) dalam shalat. Antara yang mensunnahkan dengan yang menganggapnya hanya sebagai perkara mubah. Namun meskipun demikian, mereka sama sepakat, bila memakai kopiah telah menjadi adat kebiasaan disuatu masyarakat (‘urf) maka makruh meninggalkannya.
Dalam pandangan jumhur ulama, dan yang kami ikuti – wallahua’lam- pendapat yang kuat adalah yang menghukumi kesunnahannya dan makruhnya (dibenci) meninggalkan dari memakai penutup kepala ketika shalat terlebih saat shalat berjama’ah. Hal ini berdasarkan pada dalil-dalil berkut ini:
1. Banyak sekali hadits-hadits Nabawi, atsar (*kisah) Sahabat, dan riwayat tabi’in, tabi’ut tabi’in, yang menyebutkan bahwa menutup kepala, baik dengan sorban atau kopiah adalah kebiasaan berpakaian Nabi Saw dan juga kebiasaan salafunas shalih. Meskipun Sayid Sabiq mengatakan, ““Tak ada dalil tentang keutamaan menutup kepala ketika shalat.” Tetapi, memakai kopiah adalah termasuk sunnah Mustamirrah atau sunnah al-zawaid (mengikuti kebiasaan sehari hari nabi sebagai manusia) dan tidak bisa dipungkiri, itupun sunnah namanya.
2. Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang ketentuan : ‘apabila hal tersebut adalah kebiasaan suatu masyarakat, maka makruh meninggalkannya.’
Sedangkan kita ketahui bersama, bahwa memakai penutup kepala (kopiah) adalah kebiasaan generasi salafunas shalih, dan juga adalah adat kebiasaan kaum muslimin hampir diseluruh negeri dan wilayah-wilayah lain ketika shalat. Minimal orang yang mengenakan kopiah adalah orang yang ingin bertasyabuh (meniru) gaya generasi salaf dan juga meniru kebiasaan kaum muslimin pada umumnya. Sedangkan Rasulullah Saw bersabda : “Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk ke dalam golongan mereka.” (HR Abu Dawud)
3. Berhias ketika akan melaksanakan shalat adalah perintah Allah Swt, sebagaimana firmannya, “Wahai ANak-anak Adam pakailah perhiasan kalian ketika memasuki setiap masjid.” Dalam Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ dikatakan : “Kepala bukanlah aurat, baik saat shalat atau di luar shalat, sama saja baik dengan penutup atau tidak. Tetapi menutupnya dengan apa yang semestinya yang telah menjadi kebiasaan dan tidak bertentangan syara’, itu merupakan kategori pembahasan perhiasan. Maka, memperbagusnya dalam shalat merupakan pengamalan dari perintah Allah. Bagi imam hal ini lebih ditekankan lagi. (Fatawa Islamiyah, Kitabus Shalah, 1/615)
Hendaknya setiap muslim yang akan shalat untuk berhias, mengenakan pakaian yang indah dan terhormat, karena itu adalah perintah dari Allah ta’ala.
Dan kita, khususnya yang ada di Indonesia, telah mengetahui dengan pasti bahwa penutup kepala adalah perhiasan yang lazim ada bagi orang yang akan shalat. Hendaknya dia tidak meninggalkannya, apalagi bila dia adalah seorang imam atau akan mengimami shalat. Tentu akan membuat risih jama’ah dan dapat mengganggu kekhusu’an.
Apalagi bila meninggalkan memakai kopiah dilandasi keinginan ‘suka tampil beda’, ini bukanlah prilaku terpuji di dalam islam. Lebih celaka lagi bila karena motivasi merasa paling paham sunnah
sehingga menganggap kopiah sebagai perbuatan bid’ah.
Dirirwayatkan perkataan dari Hasan al Bisri : Semua yang menyebabkan seseorang yang berpakaian menjadi bahan pembicaraan banyak orang, maka hukumnya makruh”. (Talbis Iblis:237)
Cukup sekian penjelasan yang dapat saya tulis.
Terima kasih semoga bermanfaat, wassalam
Komentar
Posting Komentar